? ??????????????Colorful Twist? ????? ?????? ???Rating: 4.4 (60 Ratings)??30 Grabs Today. 15569 Total Grab
s. ??????Get the Code?? ?? ????1?? ?????Patterns of Love? ????? ?????? ???Rating: 5.0 (1 Rating)??29 Grabs Today. 246 Total Grabs. ??????Get the Code?? ?? ???????????? ????Easy Install Instructio CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS ?

Kamis, 21 Mei 2009

mY sweet SevEnteeN


Bila kau merencanakan sebuah perjalanan, pasti banyak orang yg akan bertanya padamu, kawan. Untuk apa kau lakukan itu semua? Apa kau tidak memiliki keinginan seperti kebanyakan orang? Ini kan hanya buang-buang duit dan waktu? Apa kau tidak sayang dengan itu semua? Dan sederet pertanyaan lainnya, yg pasti akan membuatmu jengah. Aku pun demikian, setiap kali kurencanakan sebuah perjalanan, orang-orang akan bertanya seperti itu.Dan tak usah kau berargumen untuk menjawabnya. Cukup kau berikan saja sebuah senyum dan kebungkaman sebagai jawabannya. Ya, itu sudah cukup sebagai jawaban. Karena kau harus tahu, sebenarnya mereka tidak mengerti dan tak ingin mengerti. Entah apa maksud mereka bertanya seperti itu. Bahkan aku selalu ragu, apakah mereka benar-benar ingin mengerti dengan ini semua.Apa yg harus kujelaskan pada mereka, tanyamu padaku tempo hari. Sementara, mereka tidak pernah berbuat seperti apa yg telah kau buat. Bahkan keinginan untuk berbuat hal yg serupa pun tak pernah ada. Jadi jelas bukan, mereka tidak pernah merasakan apa yg telah kau rasakan, begitu kau berargumen padaku.Aku pun mengamini pernyataanmu. Lalu aku kuatkan argumenmu, sepertinya akan percuma saja semua penjelasanmu itu nantinya. Mereka belum tahu kenikmatan yg dirasakan saat datang kesadaran bahwa kita memang kecil, bukan apa-apa. Atau mungkin mereka tidak akan pernah tahu? Karena sepertinya, mereka pun tidak memiliki kesungguhan untuk memahami hal itu.Jadi sudahlah, tak usah kau pedulikan semua pertanyaan dan keheranan mereka. Biarkan saja. Pergilah sebentar, dan tinggalkan rumahmu sejenak. Sisakanlah waktu dalam hidupmu, untuk melihat dan menikmati dunia ini. Terlalu banyak tempat indah yg sangat sayang untuk tak kau singgahi dan tak kau nikmati. Hidup ini tidak melulu cuma harta, tahta dan kehormatan. Dengan melakukan perjalanan dan bertualang banyak hal yg akan kau peroleh, yg tidak akan kau dapati di bangku sekolah. Ingatlah kawan, hidup ini adalah merangkai segala macam pengalaman. Hidup adalah menyiapkan diri untuk membawa bekal menuju perjalanan panjang sesungguhnya ; menuju Al-Khaliq.Bukankah ini adalah sebuah keinginan yg telah lama kau pupuk dan kau persiapkan. Atau kau masih ragu untuk melakukan perjalanan ini kawan? Baiklah, aku akan ingatkan kau tentang perjalanan pertamaku yg pernah kuceritakan padamu tempo hari yg membuatmu iri padaku. Dan cerita inilah yg membuatmu ingin melakukan sebuah perjalanan. Sebuah petualangan.Kau tentu masih ingat dengan kisah yg pernah aku ceritakan padamu bukan, saat kali pertama aku melakukan perjalanan. Saat itu usiaku genap 17 tahun. Kau ingat itu? Saat itu aku nekat lari dari sekolah. Aku tinggalkan pelajaran. Aku katakan padamu bahwa aku benci sekolah, yg hanya membuatku seperti seorang koki penghapal menu-menu makanan di restoran. Dan saat itu kau mencoba untuk mencegah keputusanku dengan memberi pengertian. Tapi aku sudah terlanjur benci sekolah. Aku sudah terlanjur membenci teman-teman sekolahku yg serupa para penjilat, yg menghalalkan cara apapun untuk mendapatkan nilai yg baik, seolah-olah hal itu adalah segalanya. Aku terlanjur membenci guru-guruku yg tak memiliki dedikasi kepada profesinya, mereka seperti bermuka dua. Guru-guru yg aku rasa sudah tidak pantas menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Guru-guru yg tidak seperti guru-guru SD-ku dahulu. Guru-guru yg sudah tak lagi seperti guru Oemar Bakrie. Dan itu semua membuatku muak. Aku apatis. Berbekal itu semua, aku memilih mengejar matahari ke timur.Kau ingat bukan? Saat itu aku lupa segalanya. Yg ada dalam benakku saat itu hanyalah terus berjalan ke arah matahari terbit, menyongsongnya. Melakukan perjalanan dengan berliften. Ya, berliften menumpang berbagai macam kendaraan tanpa membayar ternyata mengasyikan, kawan. Tidur di stasiun kereta api, terminal bus, pos polisi, emperan pertokoan, dan teras masjid ternyata sangat menantang serta memberikan banyak pelajaran berharga. Bertemu dengan orang-orang baru, merangsang imajinasiku untuk terus melakukan perjalanan absurd pada usia sekolah. Dimana orang-orang seusiaku saat itu sedang tekun mempersiapkan ujian sekolahnya. Sebagaimana kau saat itu.Betapa heroiknya, duduk di samping sopir truk pada malam hari, menemani kantuknya, mendengar ceritanya yg penuh derita, sehingga mengasah rasa sosialku. Begadang bersama preman di sebuah terminal bus, mendengarkan mimpi dan harapannya tentang sebuah keluarga kecil, lalu di ujung malam, seorang penusuk misterius menghabisi nyawanya. Mendengarkan cerita seorang pedagang rokok di stasiun kereta kecil yg mendambakan sebuah rumah kecil dengan sawah sepetak dua petak di mana kelak anak dan istrinya bisa berlindung. Semua peristiwa yg tidak ada di bangku sekolah itu memasuki relung jiwa remajaku. Mengendap dan mengerak di sana.Lantas, semua peristiwa itu aku catat dalam catatan perjalananku. Bahkan bila sempat, aku pun menceritakannya dalam surat-suratku untukmu, kawan. Aku merasa sedang bersekolah. Gedungnya adalah dunia yg mahaluas ini. Kelas-kelasnya adalah kota-kota yg aku kunjungi. Guru-gurunya adalah orang-orang yg kutemui dalam perjalanan. Dan pelajarannya adalah belajar peduli kepada sesama. Berbuat baik kepada mereka, belajar peduli dengan segala kesusahan hidup mereka, dan berbagi beban hidup bersama mereka. Siapapun itu, kawan. Meski aku tak mengenalnya sama sekali. Aku hanyutkan diriku dalam arus kehidupan mereka, terlibat langsung dan bergumul di dalamnya.Dan saat kau dengar semua cerita itu setelah kepulanganku, kau katakan, itulah yg telah merubah caraku berpikir. Sekarang kau tak lagi apatis, begitu kau membesarkan hatiku. Perjalanan itu telah menempamu menjadi seorang lelaki yg memiliki kepekaan sosial yg baik. Kau terus menghiburku. Sedikit banyak, kau telah mengetahui cara melihat kebaikan orang lain serta bagaimana menghargainya. Sepertinya kau telah sadar, betapa banyak kebaikan yg telah kau terima dari orang-orang terdekatmu yg belum sempat kau balas, yg dulu sama sekali tak kau hargai, begitulah kau terus mengomentariku, dan aku masih ingat tatapanmu saat itu. Aku lihat ada kebanggaan di sana. Ya, kau bangga kepadaku, kawan.Dan kau pun harus tahu, kawan, perjalanan itulah yg membuatku semakin mencintai mereka,--orang-orang yg telah memberikanku banyak kebaikan--, Ibu bapakku, adik-adikku, keluargaku, teman-teman dan sahabat-sahabatku dan tentu saja kau, kawan, serta setiap orang yg masih sanggup aku ingat kebaikannya. Dan saat itu, aku jadi tahu bagaimana rasanya merindukan mereka, orang-orang yg aku cintai. Rasa yg membuatku tak nyaman. Resah, gundah, dan gelisah.Di akhir perjalanan itu aku homesick. Ya, aku ingat rumah. Aku merindukan suasananya. Sangat merindukannya. Dan perasaan itulah yg akhirnya mendasari keputusanku untuk mengakhiri perjalanan itu. Itupun sebuah pelajaran yg sangat berharga. Aku jadi sadar, betapa beruntungnya aku masih memiliki sebuah keluarga yg lengkap. Dan betapa beruntungnya pula memiliki orang-orang dekat yg mencintaiku. Serta, betapa beruntungnya memiliki sebuah rumah yg masih bisa aku rindukan untuk sebuah kepulangan.Saat itu, berjam-jam hanya aku habiskan untuk melamun, merenung tepatnya. Mengingat semua hal yg telah aku buat. Bayang-bayang masa laluku berkelebatan di kepalaku. Aku seperti mengumpulkan puzzle-puzzle kehidupanku yg berserakan. Saat itulah aku sadar, kawan, betapa berharganya mereka semua. Dan aku pun sadar, ternyata tidak baik terlalu lama meninggalkan orang yg kita cintai dan mencintai kita. Sehingga aku berani menyimpulkan, aku harus pulang.Ya, sejauh apapun seorang lelaki pergi meninggalkan rumahnya, ia tetap harus pulang.Adik-adik kecilku selalu memanggilku untuk pulang dalam mimpi. Mereka merindukanku, kakaknya. Begitu pula ibu dan bapakku, hampir setiap malam mereka tersenyum dalam tidurku, menyemangatiku, mereka tidak melarang keinginanku untuk bertualang, meski sebenarnya mereka pun merasa berat untuk selalu berjauhan denganku, aku tahu itu. Mereka merindukanku, anaknya yg paling besar. Yg mereka harapkan bisa menjadi seorang lelaki sejati yg akan menjadi tulang punggung keluarganya kelak. Seorang lelaki yg mampu memberikan teladan kepada adik-adiknya, serta menjaga mereka. Seorang lelaki yg mampu menjaga ahli wanita yg ada di rumahnya. Menjaga kehormatan mereka. Belum lagi si Manis yg aku kagumi, setiap malam wajah dan senyumnya yg memabukkan selalu tampak dalam tidurku. Aku benar-benar lelah dan kesepian saat itu, kawan. Setelah sekian jauh jarak yg kutempuh dalam perjalananku. Sebuah perjalanan panjang. Perjalanan yg melelahkan. Sangat melelahkan.Tapi anehnya, begitu fajar menyingsing, aku tidak pernah merubah arah. Aku terus menuju matahari terbit, berjalan dengan sisa-sisa semangatku. Semakin jauh dari rumah. Dan kau pun bertanya, mengapa? Aku jawab, karena semakin jauh dari rumah, akan semakin banyak yg aku ketahui dan aku dapatkan sebagai bekal.Saat itu kau angguk-anggukan kepalamu, sorot matamu memancarkan keyakinan, dan kau bergumam, aku harus melakukannya.